Tuesday, June 12, 2018

Prinpsip-prinsip metodologi menurut Karl Raimund Popper


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta hidah-nya. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini saya telah menyelesaikan makalah dengan judul “Prinsip-Prinsip Metodologi Menurut Karl Raimund Popper”. Dalam makalah ini akan saya sampaikan pengertian metodologi dan juga menurut pandangan Karl Raimund Popper.
Kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan makalah saya selanjutnya semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan khususnya bagi pembaca sekalian.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb



Gowa, 16 Desember 2017


Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang apa itu prinsip-prinsip metodologi, tetapi dalam membahas itu kita terlebih dahulu harus mengetahui apa itu filsafat karna erat kaitannya dengan filsafat dengan metodologi.
Filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang terkait dengan perihal kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan menusia, karena ia dapat menjadikan manusia untuk besikap dan bertindak atas dasar pertimbangan kemanusiaan yang tinggi, bukan asal bertindak sebagaimana yang biasa dilakukan manusia. Kebijaksanaan tidaklah dapat dicapai dengan jalan biasa, ia memerlukan langkah-langkah tertentu, khusus, istimewa. Jadi filsafat secara etismologi berasal dari bahasa yunani philosophia, philos artinya suka, cintaa atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan.
Setelah kita memahami apa itu filsafat maka kita akan masuk pada pembahasan dimana apa itu yang dimaksud dengan metodologi itu sendiri. metedologi merupakan bagian dari epistemologi yang mengkaji tentang urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah. Metodologi juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji tentang kaidah penalaran yang tepat. Manakala kita membicarakan metodologi, maka hal yang tak kalah pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah pendirian atau sikap yang dikembangkan para ilmuwan di dalam kegiatan ilmiah mereka. Filsuf-filsuf yang paling banyak menaruh perhatian terhadap persoalan penting di balik metodologis atau prinsip-prinsip metodologi, yaitu Descartes, Ayer, dan Popper. Dan pada makalah ini saya akan membahas tentang pandangan filsuf yang dikemukakan oleh Popper.
Sehingga pada makalah ini kita akan membahas secara luas mengenai filsafat sebagai landasan metodologi, yang mana pada makalah ini akan diuraikan pengertian metodologi.

Rumusan Masalah
Apa pandangan Karl Raimund Popper terhadap prinsip-prinsip metodologi?
Bagaimana pandangan filsuf-filsuf lainnya tentang prinsip-prinsip metodologi?
Apa kelebihan dari teori Karl Raimund Popper tentang Metodologi?

Objek Kajian
Dalam makalah ini saya akan menggunakan obejek kajian yang bisa mempermudah saya untuk bisa mengetahui apa isi dari makalah saya sendiri, yang saya akan pakai yaitu:
Objek Formal
Objek formal adalah sudut pandang atau pendekatan yang digunakan untuk membahas objek. Jadi objek formal merupakan sebuah pendapat seseorang yang digunakan untuk mempermudah kita mengetahui materi yang sedang kita kaji atau teliti. Sehingga kita dapat memahami betul apa yang kita bahas. Pada makalah saya dengan materi “Prinsip-Prinsip Metodologi Menurut Karl Raimund Popper”, ketika kita melihat judul tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa teori atau pandangan yang dugunakan pada makalah ini yaitu Karl Raimund Popper untuk membahas apa itu Prinsip-Prinsip Metodologi. Karl Raimund Popper adalah salah satu filsuf atau tokoh yang membahas prinsip-prinsip metodologi
Objek Material
Objek Material adalah objek kajian yang menjadi pusat pembahasan dan analisis. Jadi objek material merupakan sebuah materi yang kita akan bahas dan menjadi pusat yang kita akan bahas supaya bisa mengetahui betul apa isi pembahasan kita. Pada makalah saya dengan materi “Prinsip-Prinsip Metodologi Menurut Karl Raimund Popper”. Jadi yang menjadi pusat pembahasan kali ini adalah prinsip-prinsip metodologi. Dimana kita akan mebahas apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip metodologi

BAB II
PEMBAHASAN
Pembahasan Umum
Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi bisa diartikan ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode berasal dari bahasa yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah)  kata methodos sendiri berarti; penilitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode inilah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Pengertian metode berbeda dengan metodologi. Metode adalah suatu jalan, petunjuk pelaksana atau petunjuk teknis, sehingga memiliki sifat yang praktis. Adapaun metodologi disebut juga science of methodos, yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian, sehingga metodologi penlitian membahas konsep teoritis berbagai metode. Dapat pula dikatakan bahwa metodologi penelitian adalah membahas tentang dasar-dasar filsafat ilmu darai metode penelitian, karena metodologi belum memiliki langkah-langkah praktis, adapun derepasinya adalah pada metode penelitian. Bagi ilmu-ilmu seperti sosiologi, antropologi, politik, komunikasi, ekonomi, hukum, serta ilmu-ilmu kealaman, metodologi adalah merupakan dasar- dasar fillsafat ilmu dari suatu metode, atau dasar dari langkah praktis pemelitian.
jadi Metode bisa dirumuskan suatu proses atau prosedur yan sistematik berdasarkan prinsip dan tekhnik ilmiah yang dipakai oleh disiplin bidang studi untuk mencapai suatu tujuan. Adapun metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode, aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. Dengan lata lain dapat dipahami bahwa meodologi bersangkutan dengan jenis, sifat dan bentuk umum mengenai cara-cara, aturan dan patokan prosedur jalannya penyelidikan, yang menggambarkan bagaiman ilmu pengetahuan harus bekerja. Adapun metode adalah cara kerja dan langkah-langkah khusus penyelidikan secara sistematik menurut metodologi itu, agar tercapai suatu tujuan, yaitu kebenaran ilmiah.
Metodologi Filsafat
Oleh karena filsafat dimulai dengan rasa heran, bertanya dan memikirkan tentang asumsi-asumsi kita yang fundamentasi, maka kita perlu meneliti bagaimana filsafat menjawab persoalan-persoalan tersebut. Problema-problema filsafat tidak dapat dipecahkan dengan sekedar mengumpulkan fakta-fakta. Sejumlah pertanyaan pun segera muncul. Bagaimana filsafat memcahkan problema-problema yang timbul? Apa gerangan metode yang dipakai oleh filsafat itu?
Ada tiga metode yang digunakan untuk memecahkan problema-problema filsafat, yaitu: metode deduksi, induksi, dan metode dialektika.
Metode Deduktif
Metode deduktif adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip-prinsip umum dan kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat khusus. Contohnya sebagai berikut:
Semua manusia adalah fana (Prinsip umum)
Semua raja aadalah manusia (Prinsip khusus)
Karena semua itu semua raja adalah fana (Kesimpulan)
Metode Induksi
Metode induksi adalah suatu metode berpikir di mana suatu kesimpulan ditarik dari suatu prinsip khusus kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat umum. Contoh :
Amir adalah manusia (Prinsip khusus)
Ia (Si Amir) akan mati (Peristiwa yang bersifat umum)
Seluruh manusia akan mati (Kesimpulan)
Metode Dialektik
Metode dialektik yaitu cara berpikir di mana suatu kesimpulan di peroleh melalui tiga jenjang penalaran: tesis, antitesis, dan sintesis. Metode ini berusaha untuk mengembangkan suatu contoh argumen yang didalamnya terjalin implikasi bermajam-majam prosses (sikap) yang saling mempengaruhi. Argumen tersebut akan menunjukkan bahwa tiap proses tidak menyajikan pemahaman yang sempurna tentang kebenaran. Dengan demikian, timbullah pandangan dan alternatif yang baru. Pada setiap tahap dan dialektik ini kita memasuki lebih dalam kepada problema asli, dan dengan demikian ada kemungkinan untuk lebih mendekati kebenaran.
Hegel menganggap bahwa metode dilektik merupakan metode berpikir yang benar. Dialektik yang dimaksudkan ialah hal-hal yang sebenarnya sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan kita sehari-hari kerapkali kita mengalami perlunya mendamaikan hal-hal yang bertentangan. Tidak jarang terjadi bahwa kita mesti mengusahakan komponen antara beberapa pendapat atau keadaan yang berlawanan satu sama lain. Nah, maksud Hegel mirip dengan pengalaman kita itu. Hegel sangat mengagumi filsuf Yunani Herakletois yang mengatakan bahwa pertentanagan adalah bapak segala sesuatu.
Proses dialektik selalu terdiri dari tiga fase. Fase pertama disebut tesis yang menampilkan “lawan” dari fase kedua yang disebut antitesis. Akhirnya, timbullah fase ketiga yang disebut sintesis yang mendamaikan antara tesis dan anttitesis yang saling berlawanan. Sintesis yang dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang menampilkan antitesis lagi akhirnya kedua-duanya didamaikan menjadi sintesis baru. Demikianlah selanjutnya setiap sintesis dapat menjadi tesis.
Contoh Teisis, Antitesis, dan Sintesis
Dalam keluarga, suami istri adalah dua makhluk yang berlainan yang dapat berupa tesis dan antitesis. Bagi suami, anak dapat merupakan bagian dari dirinya sendiri. Demikian juga bagi istri. Dengan demikian si anak merupakan sintesis bagi suami istri tadi.
Filsat berlangsung dengan mengikuti dialektika argumentasi. Istilah dialektika menunjukkan proses berpikir yang berasal dari socrates. Menurut Socrates, cara yang paling baik untuk mendapatkan pengetahuan yang dikendalikan adalah dengan melakukan pembicaraan yang teratur (disciplined conversation) dengan memainkan perasaan seseorang intelectual midwife (orang yang memberi dorongan atau rangsangan kepada seseorang untuk melahirkan pengetahuan yang terpendam dalam pikiran). Metode yang dipakai Socrates dinamakan dialektika.
Proses dialektika adalah dialog antara dua pendirian yang bertentangan. Socrates dan filosof-filosof yang datang kemudian berkeyakinan bahwa dengan proses dialog di masa setiap peserta dalam pembicaraan akan terpaksa untuk untuk menjelaskan idenya. Hasil terakhir dari pembicaraan trsebut akan merupakan pertanyaan tentang apa yang dimaksudkan. Hal penting adalah bahwa dialektika itu merupakan perkembangan pemikiran dengan memakai pertemuan (interplay) antar ide.
Pemikiran dialektika atau metode dialektika berusaha untuk mengembangkan proses (sikap) yang saling mempengaruhi. Argumen tersebut akan menunjukkan bahwa tiap-tiap proses (sikap) tidak menyajikan pemahaman yang sempurna tentang kebenaran. Dengan begitu timbullah pandangan dan alternatif  yang baru. Tiap tahap dari dialektika akan memasuki lebih dalam kepada problem asli, dan dengan begitu ada kemungkinan untuk lebih mendekai kebenaran.
Dengan menggunakan metode dialektika akan lebih mendekati kebenaran, akan tetapi sesungguhnya tidak jarang problema filsafat yang semula belum juga terpecahkan. Masih banyak soal-soal yang dikemukakan serta argumentasi yang ditentang. Dengan metode dialektika setidaknya akan sampai kepada pemecahan sementara, ada jawaban yang tampak lebuh memuaskan tetapi ada juga jawaban yang harus dibuang.

Pembahasan Khusus
Pandangan Karl Raimund Popper terhadap prinsip-prinsip Metodologi
Popper seorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip verifikasi berupa sifat pembenaran (justificatian) terhadap teori yang telah ada. Ia mengajukan prinpsip falsifikasi yang dapat diurai sebagai berikut.
Pertama, Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi, sebagaimana yang dianut oleh kaum positifistik. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotesis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir. Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori yang lebih tepat.’
Kedua, cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan (observasi) secara teliti gejala yang diselidiki. Pengamatan yang berulang-ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri-ciri umum yang dirumuskan menjadi hipotesa. Selanjutnya hipotesa itu dikukuhkan dengan cara menemukan bukti-bukti empiris yang dapat mendukungya. Hipotesa yang berhasil dibenarkan (justifikasi) akan berubah menjadi hukum. Popper menolak cara kerja diatas, terutama pada asas, pada asas verifiabilitas, bahwa sebuah pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti-bukti pengamatan empiris.
Ketiga, Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip falsifiabilitas, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya, sebuah hipotesa, hukum, ataukah teori kebenarannya hanya bersifat sementara, sejauh belum ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya. Jika ada pernyataan “semua angsa itu berbulu putih”, melalui prinsip falsifiabilitas itu cukup ditemukan seekor angsa berbulu selain putih (entah hitam, kuning, hijau, dan lain-lain), maka runtuhlah pertanyaan semula. Bagi Popper, ilmu pengetahuan dapat berkembang meju manakala suatu hipotesa telah dibuktikan salah, sehingga dapat digantikan dengan hipotesa baru. Namun ada kemungkinan lain, yaitu hanya salah satu unsur hipotesa yang dibuktikan salah untuk digantikan dengan unsur baru yang lain, sehingga hipotesa telah disempurnakan. Menurut Popper, apabila suatu hipotesa dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka hipotesa tersebut semakin diperkokoh (corroboration).
Beberapa Pandangan Filsuf-Filsuf Tentang Prinsip-Prinsip Metodologi
Rene descartes
Rene descartes mengusulkan suatu metode umum yang memiliki kebenaran yang pasti. Dalam karyanya termashyur Discourse on Method risalah tentang metode. Diajukan enam bagian penting  sebagai berikut:
Membicarakan masalah ilmu-ilmu yang diawali denagan menyebutkan akal sebut (common sence) yang pada umumnya dimiliki semua orang menurut decrates, akal sehat ada yang kurang, ada pula yang lebih banyak memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah. Metode yang ia coba temukan merupakan upaya untuk mengarahkan nalarnya sendiri secara optimal. Filsafat bagi Decrates rancu dengan gagasan yang acap kali saling bertentangan, oleh karena itu perlu debenahi. Satu hal yang diperlukan dalam menuntut ilmu ialah melepaskan diri dari cengkraman otoritas kaum guru atau dosen, mengerahkan dari untuk belajar dari “buku alam raya” dan mempelajari dirinya sendiri.
Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Bagi Descartes sesuatu yag dikerjakan oleh suatu satu orang lebih sempurna dari pada yang dikerjakan oleh sekelompok orang secara patungan. Descartes mengajukan empat langkah atau aturan yang dapat mendukung metode yang dimaksud sebagai berikut:
Janganlah pernah menerima baik apa saja sebagai benar, jika anda tidak mempunyai pengetahuan yang jelas  mengenai kebenarannya. Artinya, dengan cermat hindari kesimpulan-kesimpulan dan prokonsepsi yang terburu-buru, dan janganlah memasukkan apapun ke dalam pertimbangan. Anda lebih dari pada yang terpapar dengan begitu jelas, sehingga tidak perlu diragukan lagi.
Pecahkanlah tiap kesulitan anda menjadi sebanyak mungkin bagian dan sebanyak yang dapat dilakukan untuk memperoleh penyelesainnya secara lebih baik.
Arahkan pemikiran anda seacara tertib, mulai dari objek yang paling sederhana dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikti demi sedikit, ke pengetahuan yang paling kompleks, dan dengan mengandalkan sesuatu urutan bahkan di antara objek yang sebelum itu tidak mempunyai ketertiban kodrat.
Buatlah penemoran untuk seluruh permasalahan selengkap mungkin, dan tinjauan ulang secara menyeluruh sehingga anda dapat merasaa pasti tidak satupun yang ketinggalan.
Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi peraturan metode sebagai berikut:
Mematuhi undang-undang dan adat istiadat negeri, sambil berpegang pada agama yang diajarkan sejak masa anak.
Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan maupun yang meragukan.
Berusaha lebih mengubah diri sendiri dari pada merombak tatanan dunia
Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acapkali terkecoh oleh indra. Uajr Descartes, kita dapat saja meragukan segala sesuatu, namun kita tidak mungkin meragukan diri sendiri yang sedang tatanan dunia.
Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia yang terdiri atas dua substansi, yaitu res cogitans (jiwa bernalar), dan res extensa (jasmani yang meluas). Tubuh (res extensa) diibaratkan dengan mesin, yang satunya karena ciptaan Tuhan maka tertata kebih baik
Dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan spekulatif dan pengetahuan praktis. Pengetahuan praktis terkait dengan objek-objek konkret seperti air, api, udara, dan lain-lain. Sedankan pengetahuan spekulatif menyangkut hal-hal yang bersifat filosofis. Berkata kedua pengetahuan ilmiah manusia menjadi penguasa alam.
Alfred Jules Ayer
Pemikiran Ayer yang termuat dalam bukunya yang berjudul languange, Truth and Logic tersebut. Ajaran terpenting yang terkait dengan masalah metodologis adalah prinsip Verifikasi. Pada mulanya perbincangan mengenai prinsip verifikasi ini mengacu pada metose ilmiah yang diterapkan dalam bidang fisika modern, kritik terhadap metode fisika Klasik Isaac Newton. Teori “Relativitas” Einstein yang termasyhur itu telah memperlihatkan secara jelas bahwa konsep “Ruang dan waktu yang absolut” dari Fisika Klasik yang diajukan oleh Newton, hanya bermakna manakala seseorang dapat merinci apakah pelaksanaan terhadap percobaan yang dilakukan itu dapat ditasdikan. Kritik yang dilancarkan Einstein terhadap konsep Newton mengenai “Ruang dari waktu yang bersifat absolut” itu telah mengilhami tokoh-tokoh Positivisme Logik, seperti Moritz schlick dan Rudolf Carnapp yang pada dasarnya mempunyai latar belakang pendidikan sains yang cukup kuat kemudian mereka menerapkan prinsip verifikasi yang semula dipergunakan dalam bidang fisika itu ke dalam teknik analisis bahasa. Cara yang demikian itu membawa perubahan yang cukup besar terhadap tolak ukur untuk menentukan bermakna atau tidaknya suatu pernyataan. Sebab bagi Positivisme Logik “sesuatu yang tidak dapat diukur (ditasdikan) itu tidak mempunyai makna. Dengan demikian makna sebuah proposisi tergantung apakah kita dapat melakukan verifikasi terhadap proposisi yang bersngkutan.
Kendaati itkih Positivisme Logik seacara umum menerima prinsip verifikasi itu sebagai tolok-ukur untuk menentukan konsep tentang makna, namun mereka membuat rincian yang cukup berbeda mengenai prinsip verifikasi itu sendiri. Tokoh pemula Positivisme Logik, seperti Moritz Schlick misalnya, menafsirkan “verifikasi” ini dalam pengertian pengamatan empirik secara langsung bahwa hanya proposisi yang mengandung istilah yang diangkat langsung dari objek yang diamati (ini dinamakan kalimat Protokol) itulah yang benar-benar mengandung makna. Bagi Schlick, jelas bahwa salah satu cara pengetahuan itu dimulai dengan pengamatan peristiwa. Peristiwa semacam itu terlihat dalam kalimat protokol dan inilah yang menjadi permulaan bagi ilmu. Akan tetapi tafsiran Schlick mengenai verifikasi ini menimbulkan perbedabatan di antara kaum posotivisme Logik itu sendiri-terutama pengaut Positivisme Logik yang muncul kemudian. Sebab dengan meletakkan prinsip verifikasi hanya pada peristiwa yang dapat dialami secara langsung, berarti Schlick telah menafikan bidang sejarah- sebagai produk masa lampau –dan prediksi (ramalan) ilmiah-sebagai produk bagi masa yang akan datang.
Ayer, salah seorang penganut Positivisme Logik yang muncul kemudian, atau dapat dikatakan sebagai generasi penerus tradisi Positivisme Logik, menyadari pula kelemahan yang terkandung dalam prinsip pentasdikan yang diajukan Schlick itu. Oleh karena itu Ayer memperluas prinsip verifikasi dalam pengertian berikut; “Prinsip verifikasi itu merupakan pengandaian untuk melengkapi suatu kriteria, sehingga melalui kriteria tersebut dapat ditentukan apakah suatu kalimat mengandung makna atau tidak”. Melalui prinsip verifikasi ini tidak hanya kalimat yang teruji secaara emperik saja yang dapat dianggap bermakna, tetapi juga kalimat yang dapat dianalisis. Hal ini ditegaskan Ayer dalam pernyataan berikut: “suatu cara yang sederhana untuk merumuskan hal itu  adalah dengan mengatakan bahwa suatu kalimat mengandung makna, jika dan hanya jika proposisi yang diungkapkan itu dapat dianalisis atau dapat di verifikasi secara emperik”. Penafsiran yang diajukan Ayer terhadap prinsip verifikasi ini berhasil ini berhasil mengatasi kelemahan yang terdapat dalam pandangan tokoh Positivisme Logik sebelumnya, yang hanya menerima proposisi yang dapat diverifikasi secara emperik. Hal mana terlihat jelas dalam pandangan Moritz Schlick, yang mengaitkan prinsip verifikasi itu dengan kalimat protokol, atau kalimat yang dapat diperiksa benar atau salahnya melalui pengamatan empirik secara langsung. Menurut pandangan Ayer, prinsip verifikasi seperti yang diajukan Schlick itu merupakan verifiable dalam arti yang ketat (Ayer menambahkan pengertian verifiable dalam arti yang longgar atau lunak). Kedua macam pengertian verifiable ini dijelaskan oleh Ayer sebagai berikut: “Verifiable dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu, sejauh kebenaran suatu prposisi itu didukung pengalaman yang meyakinkan. Sedangkan verifiable dalam arti yang lunak, yaitu jika suatu proposisi itu mengandung kemungkinan bagi pengalaman atau merupakan pengalaman yang memungkinkan.
Melalui kedua macam pengertian verifiable ini Ayer-terutama verifiable dalam arti yang lunak telah membuka kemungkinan untuk menerima pernyataan dalam bidang sejarah (msa lampau) dan juga prediksi ilmiah (ramalan masa depan) sebagai pernyataan yang mengandung makna. Namun Ayer menampik kehadiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-pernyataan metafisika (termasuk, etika, theologi) merupakan pernyataan yang meaningless (tidak bermakna) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi apa pun. 
Kelebihan dari Teori Karl Raimund Popper Tentang Metodologi
Untuk membuktikan bahwa pandangan Popper tentang metode ilmiah lebih unggul dibandingkan metode aliran induktivitas dan konvensionalis, Popper perlu memberi solusi terhadap persoalan yang menjadi perhatian sentral kedua aliran ini menunjukkan cara yang lebih baik bagi teori ilmiah mutakhir dalam menghadapi bukti observasi dan eksperimen dibandingkan apa yang dilakukan oleh teori di masa lalu atau teori yang berada diluar sains.
Menurut Popper, bahwa teori ilmiah mutakhir secara prinsif dapat disalahkan dan bertahan di hadapan observasi dan pengalaman yang berpotensi salah. Sebaliknya, teori yang bertentangan telah tertolak dengan bukti. Maka, dalam standar sains Popper, suatu teori dapat masuk ke dalam wacana ilmiah (yang dipertimbangkan secara serius) jika dapat dibuktikan, akan dibuang jika tertolak, kan diterima sementara jika dapat lulus secara ujian. Satu-satunya faktor yang membatasi yaitu bukti yang berpotensi ditolak msih mungkin untuk diperbaiki, karena hasil dari suatu observasi atau eksperimen bisa saja salah. Dengan adanya potensi pengamatan yang salah, kapan dan mengapa kita harus menerima laporan observasi dan menolak suatu teori, bukan sebaliknya.
Agar dapat menyediakan alternatif yang lebih baik bagi filsafat induksi dan konvensionalis, Popper menemukakan suatu teori penerimaan laporan observasi yang tidak akan bergantung pada induksi ataupun dognatisme, dan tidak terbuka terhadap tuduhan kemunduran tak terbatas yang skeptis. Menerima pernyataan dasar tidak boleh berdasarkan pada paksaan, tetapi lebih merupakan keputusan bebas pihak komunitas peneliti ilmiah. Secara khusus para ilmuwan mencoba untuk menemukan hasil observasi dan seksperimen yang tidak dibuktikan dengan mudah misalnya, dengan mengulangi eksperimen.
Sebagaimana ditekankan Popper, usaha untuk bersepakat dan menganggap benar (smentara) hasil partikular dapat disebut dengan konveksi. Tetapi kenveksi semacam ini dipakai oleh ilmuwan karena konveksi ini mendorong penemuan kebenaran ilmiah. Popper membandingkan keputusan ini dengan keputusan juri: persetujuan juri bukan bukti kebenaran, melainkan merupakan kuputusan berdasarkan prosedur  yang dirancang untuk mendorong penemuan kebenaran. Kita perlu bersepakat menyangkut pernyataan-pernyataan dasar. Setiap pengujian suatu teori, apakah menghasilkan bukti yang menguatkan atau memalsukan harus berhenti pada suatu pernyataan dasar yang kita putuskan untuk diterima. Jika kita tidak sampai pada keputusan dan tidak menerima suatu pernyataan dasar, maka pembuktian itu tidak akan membawa kemajuan apa pun. Tetapi jika dipertahankan dari sudut pandang logika, situasinya tidak pernah memaksa kita untuk berhenti pada suatu pernyataan dasar meninggalkan pembuktian sama sekali, karena setiap pernyataan salah saru pernyataan dasar sebagai batu pijakannya, yang deduksi dengan batuan satu teori  yang sedang dalam pembuktian. Prosedur ini tidak memiliki keberakhiran alami jika pembuktian akan mengarahkan kita pada suatu tempat, dan ini berarti untuk sementara kita terpuaskan.
Releksi Kritis
Adapun pandangan saya tentang pembahasan diatas adalah metodologi merupakan cara atau langkah-langkah yang digunakan untuk menemukan jawaban atau solusi dari masalah atau permasalahan yang sedang di uji, dan metodologi memiliki banyak cara atau metode yang dapat kita gunakan. Metode ini berpusat atau sering digunakan dalam penelitian ilmiah yang di pakai oleh para penilti atau filsuf-filsuf sains. Pada pembahasan kali ini saya berpusat pada metodologi menurut Karl Raimund Popper yang mengatakan bahwa prinsip verifikasi berupa sifat pembenaran yang tidak efisien atau lemah, karena prinsip ini hanya bersifat sementara dan ujung-ujungnya teori yang ada selalu digantikan pada teori baru. Teori yang biasanya digantikan karena dianggap tidak efektif lagi karena sudah ada teori yang membuktikan atau yang baru yang lebih efektif untuk digunakan. Hal ini sangat merugikan teori yang digantikan karena sudah tidak di gunakan lagi, padahal sebelumnya teori tersebut banyak digunakan orang atau peneliti.
Metodologi mengajarkan kita bagaimana cara untuk melakukan peneliti dalam langkah-langkah yang benar yang memang sudah dibuktiakan. Dalam metodologi kita banyak menggunakan logika sebagai satu cara untuk bisa memikirkan atau memberikan solusi pada maslah yang kita hadapi atau maslah yang sedang diteliti. Metodologi juga mengajarkan kita bukan hanya dengan cara- cara atau langkah-langkah tapi juga adalah sesuatu yang melatarbelakangi munculnya suatu metode.
Dalam metodologi terdapat yang dinamakan metode yang diamana adalah sebuah cara yang dipakai untuk menyelesaikan masalah. Jika metodologi memberi kita sebuah jalan diamana kita mengetahui cara apa yang harus kita lakukan maka jawban yang paling tepat adalah metode yang sesuai dengan apa yang kita teliti. Contonya: metode yang digunakan untuk memecahkan problema-problema filsafat, yaitu: metode deduksi, induksi, dan metode dialektika.
Menurut Karl Raimund Popper yang memandang metodologi bahwa prinsip falsibilitas justru dapat memperkokoh sebuah hipotesa. Dari semua pandangan filsuf-filsuf memiliki pendapat pandangan yang berbeda-beda. Tetapi menurut saya sendiri semua yang dikemukakannya adalah jawaban yang benar karena memiliki alasan dan fakta yang sesuai.
Jadi metodologi lebih membahas\ pengkajian mengenai model atau bentuk meode, aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Sedangkan metode lebih ke tekhnik ilmiah yang dipakai oleh disiplin bidang studi untuk mencapai suatu tujuan. Ketika kita berbicara metodologi maka sifatnya lebih umum, sedangkan metode sifatnya lebih khusus.


BAB III
KESIMPULAN

Pandangan Karl Raimund Popper terhadap prinsip-prinsip Metodologi Popper. seorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip verifikasi berupa sifat pembenaran (justificatian) terhadap teori yang telah ada. Ia mengajukan prinpsip falsifikasi dengan alasan menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi, menolak hipotesa itu dikukuhkan dengan cara menemukan bukti-bukti empiris yang dapat mendukungya.
Beberapa Pandangan Filsuf-Filsuf Tentang Prinsip-Prinsip Metodologi, yaitu Rene descartes lebih bertitik tolak kepada prinsip keraguan metodis, dan Alfred Jules Ayer memilih prinsip verifikasi sebagai sarana untuk menguji bermakna atau tidaknya sebuah pernyataan.
Kelebihan atau keunggulan teori Popper, bahwa teori ilmiah mutakhir secara prinsif dapat disalahkan dan bertahan di hadapan observasi dan pengalaman yang berpotensi salah. Sebaliknya, teori yang bertentangan telah tertolak dengan bukti. Maka, dalam standar sains Popper, suatu teori dapat masuk ke dalam wacana ilmiah (yang dipertimbangkan secara serius) jika dapat dibuktikan, akan dibuang jika tertolak, kan diterima sementara jika dapat lulus secara ujian.

DAFTAR PUSTAKA

Damopolii Muljono.2013.Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah.Makassar: Alauddin Press
Mustansyir Rizal dan Munir Misnal.2013.filsafat ilmu.Yogyakarta:Pustaka Belajar
Latif Mutakhar.2015. orientasi ke arah pemahaman filsafat ilmu.Jakarta: Prenadamedia Group
Praja, S Juhaya.2010.aliran-aliran filsafat dan etika.Jakarta:Prenada Media Group
Nurnaningsih.2012.Periodesasi Ketokohan Filsafat.Makassar:Alauddin University Press
(Online).( www.slideshare.net ), diakses pada 10 November 2017 pukul 20.30 Wita

No comments:

Post a Comment